Tentang Ujian Hidup – (Episode – Kanker Payudara)


6992772-waiting-girl
Di waktu-waktu senggang saya sering menyambangi timeline facebook. Entah sudah berapa banyak media sosial yang saya gandrungi tapi facebook tetap jadi nomor satu soal penjagaan silaturahim. Sederhananya karena sudah banyak sekali pertemanan saya disana dengan berbagai rekanan dari berbagai acara dan berbagai belahan dunia. Mulai dari yang kenal dekat sekali sampai yang bahkan namanya pun tidak ring a bell karena mungkin hanya ketemu satu kali lalu kami berteman di facebook.

Timeline facebook tak jarang sering saya kunjungi untuk sekedar mendapatkan semacam flash update dari teman-teman mengenai hidupnya belakangan ini. Selain itu, sering pula saya jadikah semacam kanal berita dengan membaca link yang dibagikan oleh teman-teman tentang hal-hal bermanfaat pun berita terkini (termasuk opini maupun fakta teraktual). Penelusuran timeline ini yang membawa saya pada dua cerita tentang teman yang saya kenal dari beberapa kesempatan.

Sebut saja A, teman pertama yang saya kenal dari komunitas online penyuka dunia tulis menulis. Saya sama sekali tidak pernah bertemu dengan A, hanya saja kehangatan obrolan diantara sesama teman komunitas sudah cukup membuat saya sampai pada kesimpulan bahwa A adalah seorang yang hangat, ceria, bertalenta, dan ternyata (setelah berkenalan dengan wajah aslinya via facebook) juga sangat aktif dan positif. A adalah seorang teman yang ramah dan ramai. Komentarnya tak jarang menggelitik saya dan teman lainnya, juga tidak satu dua kali menjadi inspirasi dan penyemangat kami sebagai sesame penulis gadungan yang hanya iseng-iseng saja menulis.

Saya baru tau setelah melihat beberapa postingan A di facebook, ternyata A mengidap kanker. Ah, sedih rasanya. Dan yang lebih membuat saya terharu melihat postingannya adalah bukan karena kesedihan yang dibagikan melainkan keberaniannya menantang kanker yang dipastikan akan kalah melawan semangat hidupnya. Hebat sekali! Sampai-sampai diposting juga foto ketika kemoterapi telah dijalani untuk kesekian kalinya hingga membuat rambut A rontok banyak dan harus dipangkas habis. Bagi saya, A tetap terlihat menawan dan memesona. Begitu banyak dukungan yang mengalir kepadanya, dan begitu ceria A menanggapi setiap doa dan dukungan. Hingga akhirnya, A dinyatakan cancer free! Kami semua yang merasa sebagai teman A pun ikut bersuka cita merayakan kebahagiaannya. Saya bisa bayangkan betapa bahagia dan penuh kesyukurannya A setelah melewati ujian ini.

Beranjak dari A, ada pula B, teman yang saya temui di salah satu acara international. B berkebangsaan Malaysia yang baru juga saya ketahui ternyata sedang berjuang melawan kanker. Beberapa bulan kebelakang B divonis mengidap kanker tertentu yang mengharuskannya menjalani terapi penyembuhan yang tak berbeda jauh dari A. B pun kehilangan mahkotanya yang indah, dan dengan bangganya B memposting fotonya dengan berbagai wig yang telah ia gunakan sehari-hari. Ah, hebat sekali mereka, hebat sekali A dan B yang berhasil mengalahkan kerasnya ujian hidup. Lalu saya teringat, mungkin saat ini tepat bagi saya untuk berbagi cerita saya pribadi tentang ujian hidup yang sebenarnya telah sering saya bagikan kepada beberapa teman melalui obrolan langsung.

Tersebutlah Oktober 2013, sesaat setelah medical check up rutin dari kantor dimana saya merasa ada yang salah dengan payudara saya. Entah dari mana asalnya, keberanian muncul begitu saja untuk memeriksakan diri dengan segala resiko diagnosa yang mungkin akan saya dengar. Kecemasan yang teramat sangat pada saat itu membuat saya merasa harus segera bertemu dengan dokter ahli yang tepat yang bisa memberikan penjelasan dari kekhawatiran saya. Setelah berkonsultasi kesana kemari dengan beberapa teman, saya akhirnya memutuskan untuk berkonsultasi dengan dr. Walta Gautama, dokter Onkologi di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading. Dokter yang saya rekomendasikan bagi siapapun yang membutuhkan. Beliau terbilang masih cukup muda namun yang saya suka beliau sangat informatif.

Setelah kunjungan pertama dan melalui pemeriksaan fisik, dokter menemukan terdapat beberapa benjolan yang perlu diperiksa lebih lanjut. Saya pun disarankan untuk melakukan USG mamae agar mendapatkan hasil yang lebih pasti melalui pembacaan foto usg yang bisa dipertanggungjawabkan. Berangkatlah saya beberapa hari selanjutnya ke RS MMC Siloam, Semanggi. Saya buat janji temu dengan dokter Radiologi. Pada saat pemeriksaan, beberapa kali dokter mem-freeze foto USG yang saya duga adalah foto benjolan yang perlu diperiksa lebih lanjut. Benar ternyata dugaan saya, ketika saya tunjukan kembali kepada dr. Walta, foto USG yang di-freeze adalah foto 3 benjolan yang dikategorikan sebagai berikut : 1 Fibroadenoma Mammae (FAM) dan 2 kista.

FAM disini adalah tumor jinak yang bagi saya yang awam diibaratkan seperti daging tumbuh (hanya saja letaknya di organ dalam tubuh) yang berbentuk padat tanpa rongga, sedangkan kista adalah daging tumbuh yang berongga, bisa berisi cairan bening atau darah, bisa juga semacam lemak. Sebelumnya saya telah terlebih dahulu diedukasi mengenai poin-poin apa saja yang perlu diperhatikan ketika ditemukan benjolan untuk kemudian dimasukkan dalam kategori jinak atau ganas/kanker. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan :

1. Ukuran Benjolan
Apabila benjolan berukuran dibawah 2 cm, teman-teman tetap harus waspada tapi tidak perlu terlalu khawatir, namun apabila ukurannya diatas 2 cm meskipun hanya FAM, sangat disarankan untuk diangkat. Karena cepat atau lambat ukuran benjolan yang semakin lama akan semakin membesar akan mengganggu fungsi organ disekitarnya.

2. Penampang
Setelah diketahui ukuran benjolan, yang selanjutnya perlu diperhatikan adalah penampang benjolan, mulus (seperti kelereng) atau tidak (Bahasa saya gradakan). Apabila penampang tidak mulus, hal ini mengindikasikan adanya pertumbuhan pada benjolan tersebut. Pembacaan hasil seperti ini yang menjadi acuan benjolan dikategorikan sebagai kista.

3. Letak Benjolan
Letak benjolan juga menjadi pertimbangan penting atau tidaknya untuk segera diangkat. Bicara soal benjolan di payudara, benjolan yang terletak di hulu (di percabangan bagian atas) dan di jalur susu sebaiknya segera diangkat karena apabila benjolan tersebut ternyata tumbuh dengan ganas, akan sangat mudah untuk menyebar ke daerah lainnya melalui jalur susu.

4. Riwayat Penyakit Turunan di Keluarga
Selain itu, riwayat turunan di keluarga juga sangat mempengaruhi saran dokter terhadap diagnose penyakit kita. Apabila dalam keluarga (entah itu orangtua, nenek kakek, atau om tante) ada yang divonis memiliki tumor atau kanker, besar kemungkinan kita disarankan untuk segera mengangkat benjolan tersebut meskipun masih dalam kategori tumor jinak, untuk menghindari resiko benjolan tersebut ternyata adalah kanker yang mematikan.

5. Usia Pengidap
Apabila benjolan muncul diusia produktif (sekitar 20-40 tahun) masih mungkin disarankan untuk dibiarkan saja (tidak langsung diangkat), namun apabila benjolan ditemukan disaat kita berumur diatas umur produktif, sangat disarankan untuk segera diangkat, karena kondisi kebugaran tubuh kita telah menurun yang memungkinkan benjolan berkembang lebih cepat yang berakibat mematikan.

14Well_suleika-tmagArticle
Berdasarkan kategori-kategori diatas dan setelah menganalisa hasil foto USG saya, sampailah dokter pada kesimpulan bahwa 2 kista yang ditemukan cukup mengkhawatirkan sehingga perlu segera diangkat. Dan dokter memvonis saya kanker stadium 0 atau Ductal Carsinoma in Situ (DCIS). DCIS adalah munculnya sel-sel abnormal pada saluran susu di payudara yang dianggap sebagai bentuk paling awal dari kanker payudara. Status kanker stadium 0 yang diberikan pada 2 kista ini kurang lebih sebenarnya sama seperti tumor yang apabila diangkat bisa lantas menghentikan kemungkinan berkembangnya kista menjadi sel kanker sedini mungkin (meskipun tidak menutup kemungkinan akan tumbuh kembali di lain tempat di masa yang akan datang). Meskipun penjelasannya lumayan melegakan tapi kemungkinan bahwa kista tersebut telah berkembang dan menulari jaringan organ disekitarnya tetap membuat saya khawatir.

Berdasarkan diagnose tersebut dengan menimbang-nimbang berbagai kemungkinan dimana kista ini adalah jaringan sel kanker yang sedang dalam pertumbuhannya, dokter akhirnya menawarkan untuk operasi pengangkatan dengan 3 tahap operasi dibawah ini :

1. Pengangkatan benjolan yang selanjutnya dianalisa patologi di laboratorium disaat saya masih terbaring di meja operasi

2. Apabila hasilnya tidak baik yaitu ditemukannya sel kanker, operasi dilanjutkan dengan pengambilan sampel organ sebesar 2 cm disekitar benjolan yang telah diangkat sebelumnya. Kemudian dianalisa patologi kembali.

3. Apabila hasilnya masih juga kurang baik, selanjutnya adalah mastektomi atau operasi pengangkatan payudara.

Sesaat setelah saya mendengar perihal mastektomi, saya langsung panic sepanik-paniknya. Memang hasil patologi dari operasi pertama belum tentu seburuk itu namun kemungkinan mastektomi sungguh mengerikan bagi saya. Akhirnya saya minta waktu beberapa hari, dan seminggu selanjutnya saya kembali mengunjungi dokter untuk penjadwalan operasi hanya sampai dengan tahap dua (tanpa mastektomi).

Setelah dijeda dengan liburan ke Bromo dan Sempu bersama teman-teman kantor sekaligus untuk menjernihkan pikiran, hari Sabtu, 11 Januari 2014, dijadwalkanlah operasi pengangkatan benjolan saya. Saya tidak mau menunda terlalu lama mengingat dokter Walta pernah menginfokan bahwa kalau memang ada sel kanker dalam 2 kista tersebut, sel kanker akan tumbuh dan berpindah stage dalam waktu 20 – 100 hari, dan masalahnya kita tidak tahu sel tersebut sedang berada pada hari pertumbuhan ke berapa.

Operasi pun berlangsung. Saat saya masih terbaring di meja operasi, dokter menunjukkan benjolan hasil operasi kepada Ayah dan teman dekat saya (yang saat ini menjadi suami saya), bentuknya seperti baso urat yang ditengahnya ada semacam lemak beku berwarna putih. Seselesai menganalisa benjolan di laboratorium, dokter kembali menghampiri ayah dan suami saya dengan membawa kabar gembira. Operasi tidak perlu diteruskan karena tidak ada pertumbuhan sel yang mengkhawatirkan didalam benjolan tersebut. Alhamdulillah ya Allah.

Sesaat setelah saya sadar dari obat bius, ayah dan suami saya menyampaikan kabar tersebut, Ah, bahagia sekali. Terutama ketika mendapati saya melewati masa-masa ini bersama yang tersayang. Tidak henti-hentinya syukur saya ucapkan. Setidaknya untuk saat ini saya bisa lega. Saya bisa belajar bahwa Allah bisa dengan mudah menakdirkan penyakit berada pada tubuh kita lalu sedetik kemudian menyembuhkannya tanpa sisa. Jangan pernah berhenti untuk memohon perlindungan dariNya. IA yang Maha Kuasa atas segala keadaan.

Masa-masa ini menjadi satu episode hidup yang tidak akan pernah bisa saya lupa. Saya tidak menampik bahwa saya amat panik dan ketakutan menghadapinya, tapi bagi saya menghadapi kenyataan meskipun pahit tetap lebih baik daripada memilih untuk tidak menghadapinya dan bersikap seolah semua baik-baik saja. Sedih memang, takut apalagi, tapi masalah kan tidak akan selesai kalau tidak dihadapi.

Jadi, ujian hidup itu pasti akan menghampiri kehidupan kita, dalam berbagai bentuk, entah itu penyakit, kehilangan, kekalahan, atau pun keberlimpahan, yang pasti jangan pernah pergi menjauh. Face it, and deal with it. Toh tidak akan diluar kemampuan kita kok. Percaya deh, pasti akan kita lalui meski seberat apapun ujian tersebut. Mungkin teman-teman juga bisa belajar dari cerita dua teman saya sebelumnya, yang memilih untuk menantang maut dan menghadapinya dengan penuh keceriaan. Malah jadi menginspirasi banyak orang.

Yuk ah, semangat, hidup ini kan diciptakan untuk dijalani dan diambil pelajaran sepanjang perjalanannya, yasudah lakukan saja sesuai dengan fitrahnya. Semangat terus ya teman-teman! Kalau kitanya semangat, penyakit juga takut lama-lama berkubang dalam tubuh kita.

Cheers!
Jakarta, 010915, 16.23

One thought on “Tentang Ujian Hidup – (Episode – Kanker Payudara)

Leave a comment